Artikel

Alas Purwo Adventure: Petualangan Mistis dan Keaslian Alam (bag. 3)

Malam hari ketika sebagian rombongan sedang membakar jagung, ada 8 orang sedang memulai ritual di aula bawah mushola.

Mereka berpakain serba hitam. Mereka dipimpin oleh seorang wanita berambut panjang untuk membaca banyak mantra. Kemudian diakhiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama-sama. Setelah itu 4 orang berangkat meninggalkan lokasi menuju ke arah gua istana. Sedangkan 3 lainnya bersama pimpinannya menunggu di aula sambil tiduran. Di saat demikian, sebagian rombongan mahasantri DTRS memberanikan diri untuk berdialog dan melakukan observasi.

Cuaca malam itu cukup ekstrem. Hujan deras beserta angin kencang terus berhembus sepanjang malam. Tiba-tiba saat tim berdialog dengan salah satu dari mereka, angin kencang dan dingin berhembus dengan kencang. Pimpinan rombongan yang semula tiduran menggigil kedinginan dan kemudian kesurupan. Untuk menenangkan dan memulihkan sang pimpinan, satu orang pengikut menyelimuti sang pemimpin. Satu lagi membakar dupa. Dan satu lainnya tetap tiduran sambil ngobrol dengan tim DTRS.

Kejadian kesurupan yang dialami oleh sang pemimpin sudah sering terjadi. Menurut mereka itu terjadi karena adanya roh suci yang sedang masuk ke tubuh sang pemimpin. Mereka mengklaim bahwa roh suci yang biasa merasuki sang pemimpin adalah titisan dari Sunan Kalijaga. Dan kepada para pengikutnya sang pemimpin mengaku sebagai Ni Ayu Ratu Sekar Kinasih. Dalam menjalankan ritual, semua itu mereka lakukan atas dasar adanya bisikan ghaib dari roh suci tersebut. Waktu pelaksanaan, tempat, pakaian, ritual-ritual semua berdasar bisikan ghaib. Dan mereka tidak berani untuk menyelisihi bisikan ghaib tersebut.

Keesokan harinya, selepas sholat subuh rombongan mahasantri DTRS mengikuti muhadharah yang disampaikan oleh Ustadz Arifuddin, S.Ag., M.Pd. Agenda berikutnya adalah kerja bakti membersihkan mushola beserta lingkungan sekitarnya yang kurang terperhatikan kebersihannya. Satu hal yang sangat mengganggu adalah adanya bangkai tikus di sebelah mihrab imam dengan bau yang sangat menyengat. Kerja bakti diakhiri dengan bersiap menuju pantai Plengkung.

Pantai Plengkung berjarang sekitar 9 KM dr camp. Untuk mencapai lokasi bisa ditempuh dengan jalan kaki, bersepeda, atau dengan menyewa kendaraan khusus yang disediakan pengelola. Semua kendaraan dari luar tidak boleh masuk. Baik itu sepeda motor maupun mobil tidak diijinkan masuk. Jalan yang harus dilewati masih merupakan jalur offroad. Meskipun sudah ada pengerasan jalan dengan batuan alam, akan tetapi curah hujan yang tinggi tetap menjadikan jalan banyak berlubang dan tergenang air.

Pantai Plengkung menjadi salah satu spot terbaik untuk berselancar. Pantai ini memiliki ketinggian ombak 4-8 meter. Juga dengan barisan ombak yang bisa mencapai 7 baris. Waktu terbaik untuk berselancar di pantai ini dapat dilakukan antara bulan April sampai Oktober. Sedangkan yang paling bagus adalah pada bulan Agustus. Kondisi demikian menjadikan pantai ini favorit bagi para peselancar. Khususnya peselancar dari mancanegara yang banyak datang ke lokasi ini. Mereka datang melalui jalur udara (menggunakan helikopter) atau dari jalur laut (menyeberang dari pulau bali). Tidak mengherankan jika di pantai ini banyak tersedia penginapan yang cukup besar bagi para peselancar.

 

Saat rombongan mahasantri DTRS mengunjungi pantai ini, kondisi cuaca sedang tidak bagus. Cuaca ektrim dan angin badai berhembus hampir sepanjang hari. Sehingga tidak ada aktivitas berselancar dari para wisatawan. Kondisi demikian tidak mengurangi keindahan cipataan Allah ta’ala. Rombongan juga bisa berenang dengan leluasa di pantai sampai sejauh sekitar 200 meter dari garis pantai. Meskipun sudah sejauh itu, kedalaman air laut hanya sedalam perut laki-laki dewasa. Sebagian juga memanfaatkan kunjungan ini untuk memancing ikan di laut. Puas dengan berenang dan memancing, rombongan kembali ke camp untuk persiapan pulang kembali ke makhad.

Demikian sekilas laporan perjalanan yang bisa disampaikan. Besar harapan kami agar selepas observasi ini, kadar keimanan (mentauhidkan Allah ta’ala) semakin kuat tertanam dalam diri mahasantri. Demikian juga dengan mahasantri yang masih membawa sisa-sisa gangguan jin semasa jahiliyyah juga semakin mudah terdeteksi dan terobati. Sehingga rombongan dapat kembali ke makhad dengan keimanan yang lebih mantap dan pembersihan diri (tazkiyatus nafs) yang lebih sempurna. Semoga Allah menerima semua usaha ini sebagai amal sholih yang bermanfaat bagi umat di dunia dan akhirat. Aamiin.

Tampilkan Lebih Banyak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button