Artikel

Sesama Muslim Bersaudara

Saya ucapkan rasa syukur dan terima kasih kepada Allah ta’ala kemudian juga kepada para hadirin semua, di mana pagi ini, kita sudah dikumpulkan oleh Allah ta’ala di salah satu rumahnya yang mulia ini. Saya menyampaikan rasa cinta yang mendalam dari dalam hati bahwa kami, orang Arab, sangat mencintai Indonesia. Indonesia adalah negeri yang baik, negeri muslim terbesar, dan Indonesia sangat penting bagi negeri Arab.

Untuk mengetahui betapa mulianya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, (perlu diketahui) bahwasanya beliau diutus dalam lingkungan masyarakat dengan perangai yang sangat keras. Para tuan memliki segala sesuatu, sedangkan budak tidak memiliki apa-apa. Agar kita bisa memahami tabiat mereka, cukuplah bagi kita untuk mengetahui bahwa mereka rela membunuh anaknya sendiri. Apa sebabnya?Sebabnya hanyalah anak tersebut adalah perempuan.

Allah berfirman:

وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ  بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَت

“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh”

Dosanya adalah anak tersebut terlahir seorang perempuan, dan yang membunuh adalah bapaknya sendiri. Ini memberi gambaran betapa kerasnya hati orang Quraisy saat itu. Rasa malu (akan aib) karena memiliki anak perempuan membuat mereka tega membunuh anaknya sendiri. Yang seperti ini sangat sulit kita jumpai dalam kehidupan masyarakat manapun bahkan dalam kehidupan binatang.

Demikianlah Nabi diutus kepada masyarakat jahiliyyah yang sangat keras, tidak mengenal kasih sayang, suka menumpahkan darah, sehingga Nabi ketika diutus kepada mereka. Beliau dikenal sebagai nabiyyurrahmah, nabi yang membawa kasih sayang, mengajarkan kelembutan dan membimbing manusia untuk saling berkasih sayang.

Termasuk tugas yang paling utama diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk menguatkan prinsip-prinsip dasar kasih sayang. Sebagaimana dalam firman Allâh ta’ala:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Al Anbiya’ :107)

Sebelum Islam, orang kaya akan mengambil dan menguasai orang miskin, memakan harta mereka dengan cara yang batil. Orang yang kuat akan menindas dan membunuh orang yang lemah. Akan tetapi, setelah Islam, yang terjadi adalah sebaliknya. Orang yang kaya memberi dan menyantuni orang yang miskin. Orang yang kuat akan membantu dan melindungi orang yang lemah. Pertama kalinya manusia bisa merasakan dan menikmati hidup dengan penuh cinta, kasih sayang, dan keharmonisan ditengah-tengah masyarakat adalah setelah diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Al-Qur’an menjelaskan kepada kita bahwa Al-Qur’an membawa pesan-pesan utama tentang prinsip-prinsip cinta dan kasih sayang. Al-Qur’an menetapkan bahwa setiap mukmin itu bersaudara. Allah ta’ala berfirman:

 إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُون

Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. (Al Hujurat: 10).

Maka sesama saudara, orang mukmin yang kuat akan membela yang lemah, mukmin yang kaya menyantuni yang miskin. Sesama mukmin tidak membeda-bedakan apakah dia orang Arab ataupun non Arab, dari mana asalnya, apakah dia dari Mesir, Indonesia, Amerika, ataupun yang lainnya. Yang menjadikan mereka bersaudara adalah iman. Dan agama mereka adalah Islam.

Apa itu Islam? Islam adalah agama yang mengajarkan bahwa orang Islam itu saudara bagi orang Islam lainnya. Misalnya saya dari Mesir, Anda dari Indonesia, yang lain dari Amerika atau yg lainnya, tidak ada masalah. Kita semua berada dalam ikatan persaudaraan yang hakiki. Bahkan dalam Islam, ikatan persaudaraan kita dibangun dengan landasan yang kuat, yang mana di dalam persaudaraan tersebut dikenal dengan adanya hak-hak persaudaraan.

حَقُّ المُسْلِمِ عَلَى المُسْلِم

Hak seorang muslim yang wajib ditunaikan oleh muslim lainnya.

Kita memiliki haq dari saudara yang lain. Demikian juga saudara yang lain memiliki haq yang harus kita tunaikan.

Kita bisa menyaksikan hal ini saat peristiwa hijrah dari Makkah ke Madinah. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah. Para sahabat juga hijrah bersama beliau. Mereka meninggalkan harta benda dan kekayaan mereka di Makkah. Apa yang terjadi? Nabi bersabda kepada kaum Anshor dari penduduk Madinah, “Mereka adalah saudara kalian dari kaum Muhajirin.” Orang Anshor yang kaya membantu kaum Muhajirin yang fakir. Orang Anshor yang memiliki kemampuan hendaknya membantu kaum muhajirin yang lemah. Demikianlah ketika Islam menjadi agama kasih sayang dan ukhuwah. Adapun kita, betapa kita sangat butuh seperti apa yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

حَقُّ المُسْلِمِ عَلَى المُسْلِم

Hak seorang muslim yang wajib ditunaikan oleh muslim lainnya.

Sahabat Sa’ad bin Rabi’ Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu mendengar seruan tersebut dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia adalah orang kaya. Maka dia datang kepada sahabat ‘Abdurrahman bin ‘Auf yang hijrah ke Madinah tanpa membawa apa-apa. Perhatikan apa yang dikatakan Sa’ad bin Rabi’ Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, “Wahai saudaraku,”
Perhatikan sapaan ini, “saudara”. Mereka adalah saudara sesama muslim.
“Saya mempunyai 2 istri dan 2 rumah. Lihatlah kepada kedua istri saya. Pilihlah mana yang kamu sukai, saya akan ceraikan dia untukmu. Lihatlah 2 rumah saya. Mana yang kamu sukai, maka itu saya berikan untuk Anda.”

Subhanallah. Inilah teladan dari kalangan para sahabat yang mulia. Mereka mengorbankan apa yang mereka cintai demi menegakkan hak-hak ukhuwah. Adakah di antara kalian yang punya 2 istri? Jika ada, silahkan dipersilahkan kepada saudaranya yang lain yang belum bisa menikah. Demikianlah hak muslim atas saudara muslim yang lain.

Di Amerika, negara yang sangat kita kenal, segala sesuatu selalu diukur dengan uang, dengan Dolar. Sampai kalau kita perlu bertanya tentang sesuatu maka tidak ada yang gratis. Kita harus bayar terlebih dahulu.

Inilah perbedaan ukhuwah Islamiyah dengan yang lainnya. Terlebih lagi kepada orang asing, kepada tamu, maka wajib bagi sesama muslim untuk memuliakan tamunya. Ini adalah tanda keimanan seseorang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآَخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَه

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya dia memuliakan tamunya.”

Misalnya ada seorang datang ke Mesir, sebagai orang asing. Apa yang menjadi hak-hak sebagai orang asing? Maka dia berhak mendapat pelayanan lengkap selama 3 hari, mulai dari tempat tinggal, makanan, minuman, bantuan untuk memenuhi kebutuhanya dan yang lainnya. Inilah Islam.
Dimana kita sekarang dari ajaran Islam ini? Dimana kita dari yang akhlaq yang demikian?

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam datang pada suatu hari ke masjid. Ketika itu, beliau bersabda

يَا مَعْشَرَ الأَشْعَرِيِّن

“Wahai orang-orang Asy’ari”

Kabilah Asy’ari adalah kabilah yang sangat dikenal di Arab. Semua sahabat yang ada di masjid pun melihat kepada Nabi, lalu beliau melanjutkan sabdanya:

أَنْتُمْ مِنِّيْ وَأَنَا مِنْكُم

“Kalian adalah bagian dariku dan aku adalah bagian dari kalian.”

Nabi mengakui bahwa para sahabat beliau adalah bagian yang tidak terpisahkan dari dirinya.

Orang Asy’ari, tahukah kalian bagaimana keadaan mereka? Orang Asy’ari biasa menanyakan keadaan masyarakat. Misalnya, mereka akan bertanya apakah ada di kampung ini, atau teman-teman disini, orang-orang yang butuh bantuan, orang yang punya hutang, adakah yang butuh apa yang menjadi kebutuhannya? Adakah wanita yang butuh sesuatu? Jika ada yang demikian, maka orang-orang Asy’ari akan berbagi tugas dan masing-masing mendatangi rumah orang membutuhkan sesuai dengan kebutuhannya. Ada yang membawa makanan, membawa pakaian, dan semua bantuan yang diperlukan. Mendapati yang demikian, maka Nabi pun mengumumkan di masjid dengan sabdanya, “َيَا مَعْشَرَ الأَشْعَرِيِّن ْأَنْتُمْ مِنِّيْ وَأَنَا مِنْكُم

Yang lebih menakjubkan, setelah Nabi menyampakan sabdanya, seorang berdiri pulang ke rumah. Dia bertanya kepada istrinya, “Apa yang kita miliki?”.
“Kita punya kambing”, jawab istrinya.
“Aku tidak akan makan kambing ini sampai tetangga kita yang fakir makan terlebih dahulu.”
Ketika ditanya, “Kenapa kamu berbuat demikian?”,
dia menjawab, “Islam memerintahkan yang demikian. Aku tidak akan makan sedangkan tetanggaku kelaparan.”

Yang lebih menakjubkan, ketika tetangganya menerima pemberian itu,  dia merasa senang. Istrinya pun merasa senang. Tetapi, sang suami berkata, “Kita tidak akan makan kambing ini. Mungkin ada tetangga kita yang lebih membutuhkan.” Maka dia bawa daging kambing itu ke tetangganya, dan dihadiahkan kepadanya.

Yang benar-benar kita butuhkan saat ini, apakah uang? Tidak. Yang kita butuhkan saat ini adalah Islam. Kita butuh mengamalkan ajaran Islam. Umat Islam bukan umat yang fakir, dan tidak akan menjadi fakir. Umat Islam sangat kaya. Akan tetapi, masalahnya adalah adanya individualisme.

Nabi bersabda:

فَوَاللهِ مَا الفَقْرُ أَخْشَى عَلَيْكُمْ، وَلَكِنْ أَخْشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا، كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَتَنَافَسُوْهَا كَمَا تَنَافَسُوْهَا، فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُم

“Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku takutkan atas diri kalian. Namun, yang aku takutkan atas diri kalian adalah dilapangkannya dunia pada kalian, sebagaimana telah dilapangkan kepada orang-orang sebelum kalian. Lalu kalian akan berlomba-lomba sebagaimana mereka dulu telah berlomba-lomba (untuk mendapatkannya). Lalu dunia itu membinasakan kalian sebagaimana dunia itu membinasakan mereka. ” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi tidak mengkhawatirkan kefakiran karena jelas sekarang, manusia tidak pernah puas dengan dunia. Orang-orang muslim sekarang banyak yang berusaha meraih kekayaan sebanyak-banyaknya, sedangkan dia tidak peduli dengan saudaranya yang mati kelaparan.

Khalifah Umar, pada masanya, terjadi paceklik. Manusia datang ke istana Amirul Mukminin untuk membawa hidangan daging kepada beliau. Beliau pun bertanya kepada orang yang menghilangkan makanan, “Apa yang dimakan oleh orang-orang sekarang?”
Dijawab, “Mereka makan roti dan minyak.”
Kata Khalifah Umar, “Sungguh celaka, sungguh celaka. Manusia makan dari roti dan minyak, sedangkan Umar makan daging? Umar berasal dari Quraisy. Dia akan makan seperti apa yang dimakan manusia, minum seperti yang apa diminum manusia.”
Maka Beliau tidak pernah membeda-bedakan dirinya dengan umatnya. Inilah islam.

Kenapa kita bicara dengan tema ini?
Sekarang kita lihat saudara-saudara kita tertimpa musibah gempa, banjir bandang dan lumpur. Rumah mereka hancur. Mereka tidak dapat makan.
Apakah kita akan makan sedangkan mereka tidak bisa makan? Apakah seperti ini islam? Tidak.

Demi Allah, Demi Allah, Demi Allah,
sekiranya setiap muslim mendengar yang demikian, lalu masing-masing mengeluarkan bantuan sesuai dengan kemampuannya, maka akan turun barokah. Semua krisis akan tertangani. Tidak ada lagi saudara yang mengalami kesulitan. Kita sangat membutuhkan hak-hak ukhuwah atas diri kita. Kita sesama muslim adalah bersaudara. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لا يؤمن أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidak beriman salah seorang diantara kalian hingga dia mencintai untuk saudaranya seperti apa yang dicintai untuk dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kita tutup dengan ayat:

لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Al Imron:92)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

“Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allâh Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat.”(HR. Muslim)

Marilah kita membantu saudara kita sesuai dengan kemampuan kita masing-masing.


Transkrip dari ceramah Dr. Ahmad Ath-Thukhi – hafizhahullah –.
Disampaikan pada Tabligh Akbar Penggalangan Dana untuk Korban Bencana Palu dan Donggala yang dilaksanakan di Masjid At-Taqwa BIB, Lembang, tanggal14 Oktober 2018. Diterjemahkan dengan penyesuaian oleh Abu Sholih Harno P., S.P.,M.PI.
Tampilkan Lebih Banyak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button